Nenek Yang Viral Dengan Status Meninggal Tiga Tahun, Saat ini Dalam Kondisi Mengenaskan

Nenek Yang Viral Dengan Status Meninggal Tiga Tahun, Saat ini Dalam Kondisi Mengenaskan
Photo: Nenek Muawena Alias Mokni Saat Tim DPC J.P.K.P Kecamatan Ra'as Berkunjung ke Kediamannya

SUMENEP, DapurRakyatNews – Kisah pilu dialami Muawena, Nenek berusia lanjut yang hidup sebatang kara tinggal didalam gubuk reot. Berdasarkan data elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) yang ditunjukkan Muawena, merupakan warga Dusun Brakas Barat RT002 RW003, Desa Brakas Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Rabu (31/03/2021)

Mas’awi Rois, Tim Media DapurRakyatNews bersama ketua DPC J.P.K.P Kecamatan Ra’as pada hari Senin (29/3), saat berkunjung ke rumah Nenek Muawena, melihat langsung kondisinya sangat memprihatinkan dan begitu mengenaskan.

Sehelai kain yang dipakai untuk menutupi tubuhnya yang sudah tua, tempat tinggal (Rumah) huniannya sangat tidak layak untuk ditempati karena dindingnya menggunakan anyaman bambu, bagian atap atau gentinya banyak yang rapuh dan pecah, beberapa bagian atap rumah tersebut berlubang. Apabila hujan turun, air masuk kedalam rumahnya, dan Nenek Muawena harus rela duduk mencari sela-sela tempat yang tidak bocor.

Setiap hari Nenek Muawena harus tidur diatas ranjang kayu tua dan tikar lusuh ditemani cahaya remang-remang sinar rembulan yang menerobos masuk melalui atap genting yang berlubang.

Bahkan, tempat untuk mandi, cuci dan kakus (MCK) tidak ada. Nenek Muawena juga harus melawan rasa takut jika sewaktu-waktu gubuk reotnya roboh karena kayu yang menyangganya sangat lapuk dimakan usia dan rayap.

Nenek Yang Viral Dengan Status Meninggal Tiga Tahun, Saat ini Dalam Kondisi Mengenaskan
Photo: Nampak Dari Luar Kondisi Gubug Nenek Muawena Alias Mokni

“Nenek Muawena menceritakan kisah hidupnya ke kita (Tim Media DapurRakyatNes_red) pada hari Senin kemaren saat kita kesana,” kata Mas’awi menegaskan ceritanya.

Selanjutnya Ma’awi menuturkan, Nenek Muawena hidup di gubuk reot tersebut sudah puluhan tahun.

“engko’ e dinna’ kadibi’ molae lambe’ lake pon sobung, mateppa’a bengko ta’ andik’ obeng, ngakan e berri’ tatangge (Saya ditinggal sendirian mulai dulu, suami sudah meninggal, untuk memperbaiki rumah tidak punyak uang, makan diberi oleh tetangga_red),” ucap Mas’awi menirukan ucapan Nenek Muawena yang terbata-bata dengan bahasa Madura.

Mengenaskan kata Mas’awi, karena Nenek Mokni (panggilan Muawena) untuk makan sehari-hari hanya menunggu belas kasihan dari tetangga, dan mengaku hanya bisa pasrah. Tidur ranjang kayu beralaskan tikar lusuh dan bantal dari gulungan kain jarik yang tak kalah lusuhnya dengan tikar.

Tidak ada satupun lemari untuk menyimpan pakaian atau makanan, Nenek Muawena hanya menyimpan pakaiannya di kardus, sementara makanannya ia tempatkan disebuah rantang yang ia gantung di tiang agar tak dimakan kucing.

Lebih lanjut, di samping tempat tidurnya, terdapat tumpukan kayu bakar yang ia gunakan untuk memasak bila ada tetangga yang memberi beras. Diantara tumpukan kayu itulah, Nenek Muawena menempatkan tungkunya untuk memasak dan sangat berbahaya jika terjadi kebakaran.

Ironis kata Mas’awi, Meski sudah hidup dalam kemiskinan selama bertahun-tahun, Nenek malang ini justru tidak pernah tercatat sebagai penerima program bantuan sosial (Bansos) berkala apapun dari Pemerintah, misalnya PKH, BPNT, BLT dan sebagainya. Bahkan bantuan sosial (Konpensasi terdampak Covid-19) untuk warga miskin dan lansia di masa pandemi ini pun tidak ia dapatkan dari Pemerintah.

Baca Juga: Ajaib, Nenek Meninggal Tiga Tahun Yang Lalu Hari Ini Hidup Kembali

Menyikapi hal tersebut, Agus Junaidi, Ketua DPD J.P.K.P Kabupaten Sumenep angkat bicara, bahwa peningkatan angka kemiskinan di Kabupaten ujung paling timur Pulau Garam ini memang ironis. Pulau Garam penuh dengan kekayaan alam, bahkan sekira 70 persen kebutuhan minyak dan gas bumi (migas) Jawa Timur dipasok dari Madura.

Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan data kemiskinan di Kabupaten Sumenep sangat tinggi porsentasenya mencapai 20,18 porsen dari total jumlah penduduk Sumenep pada tahun 2019.

“Saat ini, Nenek Muawena memang sangat membutuhkan tempat tinggal yang layak. Saya pernah mendengar kalau rumahnya akan direhab. Namun, hingga saat ini sudah berganti kepala desa beberapa kali tak kunjung terlaksana. Program bedah rumah untuk warga miskin tak pernah menghampiri karena si nenek tak pernah tercatat sebagai KPM Bansos meski mempunyai e-KTP,” tegas Agus panggilannya.

Menurut Agus, Hidup di usia senja dengan tubuh yang telah ringkih termakan usia, tentu bukanlah perkara yang mudah untuk dilalui. Selain kemampuan secara fisik yang telah menurun seiring bertambahnya umur. Berteduh di gubuk reyot dan menanggung derita hidup sendiri tanpa ditemani oleh sanak saudara, membuat sosok Nenek Muawena harus menanggung beban hidup dengan hati yang tegar.

Tubuhnya yang telah renta dimakan usia, harus pasrah terbaring dan meringkuk di dalam gubug deritanya yang telah reyot. Belum lagi penyakit yang datang silih berganti menggerogoti tubuhnya, membuat penderitaan dalam kehidupan seolah tak bertepi.

“Kami atas nama J.P.K.P dan masyarakat miskin sangat berharap sikap tanggungjawab Pemerintah atas hak-hak warga miskin, si Nenek ini sudah miskin dan terindikasi ditelantarkan, cobalah pikir wahai para pemangku jabatan di Sumenep,” ucap Agus setengah kesal.

Agus mengaku akan turun untuk melakukan penggalangan dana atas keberadaan dan keadaan hidup Nenek tersebut, “Saya sendiri akan turun, masak sih pejabat di Sumenep ini tidak tergugah hatinya untuk membantu,” pungkasnya.

Baca JugaKapolri Putuskan 1.062 Polsek Untuk Pemeliharaan Kamtibmas

Pewarta: Puja
Editor: Tim J.P.K.P
Publisher: Pemred
Salam Perjuangan Tanpa Batas

IMG_20250315_181152_resize_1
IMG_20250315_181203_resize_82
IMG_20250315_181142_resize_49
 

Respon (1)

Tinggalkan Balasan