Probolinggo, Dapurakyatnews – Banyak potret yang sangat memprihatinkan mengenai pengaruh merusak dari kegiatan usaha tambak intensif terhadap lingkungan laut pesisir di 2 desa di kabupaten Probolinggo, yaitu desa Karanganyar dan desa Pondok Kelor kecamatan Paiton kabupaten Probolinggo.
Akibatnya adalah merosotnya kemampuan pantai menahan abrasi air laut, yang berdampak pada terkikisnya sempadan pantai, tumbangnya pohon Cemara Laut, dan tergenanginya pemukiman warga dusun Karang Anom desa Karanganyar.
Selain itu, kegiatan usaha itu diduga membutuhkan input kimiawi yang tinggi serta diduga mencemari sungai dan laut pesisir.
Adanya tambak intensif itu juga mengakibatkan meluasnya resapan air garam ke area persawahan di sekitar bangunan tambak tersebut.
Pembangunan tambak intensif di Paiton itu juga diduga seringkali erat berkait dengan pelanggaran HAM, semisal terjadinya tekanan terhadap protes warga dan kondisi buruh tambak intensif yang memprihatinkan.
Hal itu pula menyebabkan petani-petani miskin terjerat dalam keterpurukan ekonomi karena gagal panen yang menimpanya selama bertahun-tahun bahkan belasan tahun.
Dalam wawancara eksklusif dengan Ketua FIBER Jatim,
Veronika menyampaikan,
“Bahwasanya kami sangat mendukung berkembangnya usaha budidaya udang Vanammei, karena itu dapat membantu menggerakkan perekonomian namun dalam pelaksanaannya harus memperhatikan lingkungan sehingga tidak terjadi pencemaran, apalagi merugikan masyarakat sekitarnya.”, kata Veronika. (15/11/2021)
Seperti diketahui, limbah dengan bau menyengat yang berasal dari pengurasan kolam tambak udang yang langsung dibuang ke sungai itu dapat merusak ekosistem, dan mematikan ikan bandeng di tambak tradisional milik warga di sekitar tambak udang serta mengakibatkan hektaran sawah sekelilingnya rusak sehingga petani merugi lantaran gagal panen.
Veronika mengatakan ada syarat-syarat terkait lingkungan yang perlu diperhatikan oleh pengelola tambak udang intensif, salah satunya jarak dari bibir pantai minimal 100 meter.
“Selain itu juga harus benar-benar memperhatikan cara penanganan limbah yang harus sesuai dengan aturan sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar tambak. Dengan demikian, usaha budidaya udang itu bisa terus dikembangkan tanpa melanggar aturan sehingga ekonomi masyarakat terus bergerak, tanpa harus mengorbankan lingkungan dan petani kecil yang tergolong masyarakat yang lemah dan kaum terpinggirkan,”terangnya.
Lebih lanjut, Veronika menerangkan,
“Jangan sampai terjadi, melegalkan kegiatan yang ilegal, apalagi dengan mengorbankan lingkungan dan perekonomian rakyat kecil, yang semestinya ekonomi mereka (warga sekitar tambak) bisa meningkat dengan hadirnya tambak intensif di desanya,”tegasnya.
Menurutnya, setiap usaha yang memanfaatkan lingkungan sudah jelas aturannya, setidaknya harus memiliki dokumen ijin lingkungan. Karena dalam prakteknya usaha budidaya akan mengacu pada dokumen lingkungan tersebut.
Selanjutnya, jika sudah ditemukan indikasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, maka Pemkab Probolinggo harus bertindak. Menurutnya, Pemkab Probolinggo tidak boleh abai terhadap kelangsungan lingkungan serta harus peduli terhadap nasib petani dan nelayan terdampak di 2 desa tersebut.
“Jika ditemukan adanya pelanggaran maka Pemkab Probolinggo, melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Satpol PP harus melakukan tindakan. Terlebih jika telah terbukti melakukan pencemaran, yang dampaknya pada rusaknya area persawahan. Terlebih tambak bandeng tradisional milik warga di sekitarnya, tentu itu bisa dihentikan. Karena itu melanggar Undang-Undang nomor 32 tahun 2009, tentang lingkungan hidup. Kalau urusan pidana, itu kewenangan aparat penegak hukum,” bebernya.
“Kalau sudah ditemukan indikasi-indikasi seperti itu. Seharusnya kegiatan-kegiatan yang ada saat ini sudah harus ditutup hingga lengkap ijinnya. Berhubung lebih seperempat abad tambak itu sudah beroperasi tapi masih belum ada ijin UKL-UPLUKL-UPL,”pungkasnya.
Selain tidak meningkatkan, kesejahteraan masyarakat sekitar. Keberadaan kedua tambak intensif di Desa Karanganyar dan desa Pondok Kelor, diduga telah merusak lingkungan.
Sungai yang dulunya cukup lebar, sekarang mengalami penyempitan dan pendangkalan. Juga kuat terindikasi menjadi, tempat pembuangan limbah.