Opini  

Serunya Mantan Aktivis Kampus Saat Lakukan Advokasi Kemiskinan Dilapangan.

Ki Demang Nur

Oleh : Ki Demang Nur

Sebelumnya penulis ucapkan : Selamat merayakan Hari Kebangkitan Nasional dimanapun kalian berada. Bangkit dari semuanya dan tetap semangat menatap ke depan dan optimis yakin usaha sampai.

Suatu hari, tepatnya di pagi hari pas memasuki jam ngopi, Adi (35), mantan aktivis kampus saat menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri, terperanjat seketika, setelah melihat berita dari media online yang judulnya cukup bombastis : Pasutri Tua Renta Tinggal Digubuk Reot“. Setelah dibaca isi beritanya sampai tuntas, tiba-tiba dia bergumam sendiri.

“Kok hari gini masih ada sepasang suami istri tua renta di daerahku tinggal di gubuk reot ?” Gerutunya sambil menyalakan korek apinya karena sebatang rokoknya tiba-tiba mati.

GPL (gak pakai lama), naluri seorang mantan aktivis kawakan tiba-tiba muncul secara spontan. Saat itu pula dia langsung ingat diluar kepala saat Kyai Sodron memberikan doktrin perjuangan dan materi, tentang managemen advokasi di depan beberapa aktivis kampus lainnya.

Adapun materi advokasi tersebut adalah Managemen Advokasi Dalam Pengentasan Kemiskinan.

Saat itu juga Adi langsung menuju lokasi tempat tinggal pasutri, guna memastikan kebenaran berita tersebut. Foto yang dipampang memang benar adanya. Tapi dia tidak percaya begitu saja sebelum berdialog langsung dengan penghuni gubuk reot, dan beberapa orang tetangganya, termasuk dengan kepala desa setempat.

Rupanya Adi masih ingat betul tentang 4 materi rumusan, dalam mengentaskan kemiskinan untuk memastikan kebenaran pemberitaan tersebut dilapangan.

Adapun 4 materi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kemiskinan dan Orang Miskin yang tidak layak menerima bantuan.

2. Budaya konsumtif dan kelas sosial.

3. Kemiskinan, Stigma dan rasa malu

4. Kapitalisme dan perubahan Pasar tenaga kerja.

Ternyata Adi semakin penasaran. Jika memang benar pemberitaan di media online itu ada pasutri yang tinggal di gubuk reot, maka pemerintah harus turun tangan membantu dalam bentuk program RTLH. Bukan hanya itu saja, pemerintah juga harus memberikan bantuan kelayakan yang lain, jika pasutri tersebut sama sekali tidak punya akses stabilitas yang lain, dalam bentuk bansos (ketersedian pangan) dan jaminan kesehatan.

Untuk memastikan itu semua, akhirnya Adi benar-benar turun jalan. Dia menemukan data sebagaimana yang diinginkan. Adalah sebagai berikut :

1. Berduaan tnggal digubuk reot.

2. Hanya 1 KK terdiri 2 orang alias tidak punya anak, tapi punya saudara kandung dan lain KK.

3. Punya sepetak lahan tanah tegal yang di atasnya dibangun gubuk.

4. Tidak memiliki aset yang lain.

5. Tetangganya hidup berkecukupan.

Berdasarkan data tersebut, pasutri ini memang layak dapat perlindungan dari negara, sebagaimana amanat undang-undang yang ada.

Dalam perjalanannya, Adi pun mendapat informasi yang sama tetapi lain ceritanya.

“Ada pasutri yang cukup tua usianya, tinggal di gubuk disamping rumah lamanya, yang kini ditempati anak kandungnya semata wayang dan sudah berkeluarga. Dia mempunyai aset yang cukup banyak berupa 3 bidang sawah, sapi 2 ekor dan anaknya sudah punya sepeda motor. Hanya saja 3 bidang tanah tersebut digarap oleh anaknya tapi belum dibalik nama.” Tutur Adi.

Soal temuan yang ke-2 ini, silahkan publik memberikan masukan. Apakah pasutri tersebut layak mendapatkan batuan dari pemerintah atau tidak ?

“Silahkan di jawab di kolom komentar ya !”. Pinta Adi selanjutnya.

 

Bersambung.

Jangan lupa sruput kopinya !!!!!

Sumenep, 20 Mei 2024.

 

 

 

Disclamer : Artikel di atas merupakan tanggung jawab penulis, Redaksi tidak bertanggung jawab jika suatu saat informasi yang disampaikan terbukti tidak benar.

Tinggalkan Balasan