DAPUR RAKYAT NEWS – Fenomena ini menurut saya kesalahan kebijakan. Memang yang datang itu pekerja kasar. Meski sebenarnya ada aturan pelarangan masuk bagi WNA termasuk untuk tujuan wisata.
Kecuali untuk tujuan esensial seperti bekerja di proyek strategis nasional dan objek vital, penyatuan keluarga, bantuan medis dan kemanusiaan, serta crew alat angkut. Itupun juga disyaratkan lolos pemeriksaan kesehatan di KKP.
Tapi menurut saya untuk periode pelarangan mudik, pengecualian itu akan mencederai rasa keadilan serta logika sederhana masyarakat kita. Sehingga kalau kita berharap masyarakat patuh, ya jelas sulit.
Harusnya memang antar instansi pemerintah memiliki level empati yang sama, tapi saya kira tiap instansi juga berada di bawah tekanan target, termasuk pariwisata dan investasi, sehingga kebijakannya satu sama lain berlawanan.
Sementara direktorat imigrasi di bawah Kementrian Hukum dan HAM, kalau menterinya gak ada instruksi ya dirjennya gak akan berani mengambil keputusan, karena peraturannya ya tetap mengacu ke permen hukham 2020 tentang aturan protokol kesehatan perjalanan internasional pada masa pandemi, yang belum direvisi-revisi.
Padahal kan harus dinamis itu peraturannya. Ditjen imigrasi paling banter ya menahan WNA itu di bandara. Tapi wartawan akan tetap menangkap sisi kedatangannya. Ya masyarakat kan sebagian besar gak paham rumitnya birokrasi, memang harusnya pemerintah sensitif soal hal ini.
Minimal di moratorium dulu lah kedatangan WNA selama periode larangan mudik, lebih sederhana mikirnya masyarakat.
Semoga refleksi saya tentang kedatangan WNA China dan larangan mudik ini bisa sedikit memberi asupan yg secara intelektualitas bukan hanya “katanya” tetapi berdasarkan analisa cepat seorang pengamat di bidang kesehatan dan sedikit pemahaman tentang sulitnya birokrasi di Indonesia.
Setelah menyoroti tentang kebijakan, sedikit ingin memberi gambaran tentang bahaya mudik, mengutip dari Ahli Epidemiologi dari Universitas Airlangga Dr. Muhammad Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes. Beliau co-promotor S3 saya saat ini karena penelitian saya full di Indonesia walaupun S3 saya di Erasmus MC Rotterdam.
Tentang bagaimana virus ini melakukan perjalanan dari tempat asalnya di Wuhan, mampir ke mana saja, lalu ber “anak pinak” atau bereplikasi, beradaptasi, dan bermutasi seperti apa. Sehingga dari situ kita tahu, virus yang masuk ke Indonesia, hari ini setahun yang lalu, asalnya dari mana saja. Waktu berjalan seperti terbang rasanya.
Dan hari ini, setahun kemudian, virus yang pada dasarnya, karena tersusun dari RNA, saat bereplikasi, atau memperbanyak diri, mudah mengalami salah tulis pada RNA anak, telah banyak bermutasi. Ratusan, mungkin ribuan kali. Meskipun tak semua merupakan mutasi yang berbeda secara berarti.
Kecuali sekitar 3 mutasi, yang disebut sebagai VOC (sengaja ‘O’ nya saya tulis besar, untuk mengingatkan kita pada penjajah VOC yang menjajah nusantara pada periode tahun 1622-1800) atau Varian of Concern, yang terjemahan bebasnya adalah mutasi yang harus mendapat perhatian serius. Yang 2 di antaranya sudah masuk ke Indonesia dan menelusup di sela-sela kita. Yaitu Varian B117 dari Inggris, dan B1351 asal Afrika selatan.
Para VoC ini memiliki karakter lebih mudah menular hingga 30-70%, serta mempengaruhi tingkat keparahan covid-19 yang diderita. Bahkan varian B1351 diduga menyebabkan penurunan efektifitas vaksin, karena memiliki kemampuan menghindar dari “sergapan” sistem imun.
Jadi kebayang bila virus ini menelusup di sela-sela para pemudik yang hingga hari ini berusaha keras mencari jalan-jalan tikus untuk pulang ke kampung halaman sambil mengumpat umpat aturan larangan mudik.
Sementara itu dari India masuk varian yang disebut varian of Interest, varian yang harus jadi perhatian. Varian ini, B1617, mendominasi di negara “asalnya” karena varian inilah yang dianggap penyebab Tsunami Covid di negeri yang rakyatnya suka dengan kerumunan mirip rakyat kita ini.
Karena itu, di tengah paradoks yang terjadi di mana jumlah pemudik tahun lalu yang patuh tidak mudik mencapai 70% di saat jumlah laporan kasus baru harian masih sekitar 520-an, sementara hari raya tahun ini potensi jumlah pemudik melonjak di tengah laporan kasus harian masih sekitar 4.300-an atau 9x lipat hari raya tahun lalu, rasanya pengingatan dari tulisan ini seperti sebuah peringatan.
Penulis : Ulfah Abqari
Editor : Ferry Saputra
Respon (1)