Dapurrakyatnews – Seperti yang diberitakan oleh salah satu media online pada 8 Juli 2022, bahwa pemerintah kabupaten Sumenep akan segera mewajibkan ASN memakai batik dan blangkon, dengan membeli hasil kerajinan warga Sumenep, yang mana aturan tersebut merujuk pada aturan dari Kemendagri.
Bupati Ahmad Fauzi, SH, MH menekankan pembelian batik dan blangkon, harus dari pengrajin Sumenep dengan tujuan agar dapat mendongkrak penghasilan, para pengrajin batik dan blangkon.

Namun sebagian warga Sumenep yang dari dulu suka memakai blangkon, dan ada juga yang memakai blangkon karena mengikuti trendi. Sehingga pemakaian bangkon tersebut, bukan menjadi hal yang baru lagi.
Namun ada pula opini dari para pemakai blangkon, bahwa orang yang memakai blangkon itu tergantung dari pantas tidaknya memakai blangkon. Ada juga yang mengatakan bahwa yang pantas memakai blangkon adalah keturunan raja, yang mempunyai gelar Raden/bangsawan/ningrat.

Dirangkum dari beberapa sumber bahwasa nya Blangkon Sumenep dibagi menjadi 3 macam, Blangkon Tongkosan, blangkon Pasonḍhan dan Blangkon Ghantong Re’-kere’.
Blângkon Pasonḍhân dipakai Raja, bila ada acara seremonial / sèbhâ’ân / sidang paripurna di Pendopo. Maksudnya panyonḍhâânn na polana tak ngaghem kolo (mahkota). Sedangkan blângkon Tongkosan dipakai oleh sentana/ bangsawan/ bawahan raja waktu menghadap ke keraton, dan yang terakhir blângkon ghântong rè’-kérè’ dipakai sehari-hari.
Menurut sejarawan Sumenep Tadjul Arifien R, Blangkon ikat kepala yg tertutup yang dipakai pada masa lalu atau jaman kerajaankerajaan, yang dipergunakan bilamana menghadap Raja atau ada acara seremonial. Selasa (9/8/2022).
Menurutnya Bâlângkon filosofinya Abhâlangajâ ngembhân pakon. Lain lagi dengan Oḍheng, ikat kepala yang terbuka atasnya, filosofinya adalah Matao pèkkèran sè ḍhengḍheng yang pada ūmumnya Oḍheng dipakai oleh masyarakat dipedesaan.
Respon (1)