Opini  

Partisipasi Milenial Dalam Pemilu 2024

Milenial
Adella Novika, Mahasiswa Prodi Sosiologi STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang.

Dapurrakyatnews – Posisi generasi milenial sangat diperhitungkan pada tahun politik sekarang ini, mereka adalah bagian dari penentu kemajuan dan keberhasilan demokrasi, baik di tingkat daerah maupun nasional.

Berdasarkan data komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih mencapai 70 juta – 80 juta pemilih. Artinya sekitar 35 – 40 persen memilih pengaruh besar, terhadap hasil pemilu dan menentukan siapa pemimpin pada masa mendatang. Salah satu hal penting, yang kerap terjadi pada pelaksanaan pemilu adalah soal perebutan kekuasaan yang bisa melahirkan persaudaraan, atau bahkan bisa menimbulkan permusuhan, keduanya mudah sekali terjadi.

Dalam demokrasi ada yang namanya kawan dan lawan politik, dan ini juga berlaku untuk para pendukung setiap calon. Generasi Milenial menjadi sasaran empuk bagi politisi–politisi yang ingin mengajukan diri sebagai anggota dewan, karena kondisi idealis pemuda yang mudah sekali dipengaruhi tentang keberpihakan. Dengan peran generasi milenial sebagai pemilih yang memiliki sumbangsih, terhadap suara hasil pemilihan yang cukup besar, maka posisi generasi milenial menjadi sangat strategis, untuk menjadi objek sasaran pemungutan suara.

Beberapa tahun belakangan ini, semakin banyak politisi yang menyadari pentingnya peran media sosial sebagai cara, untuk memperoleh kemenangan pada pemilu. Pemilu serentak bukan hanya menjadi PR penyelenggara pemilu, tapi juga menjadi PR seluruh rakyat Indonesia, termasuk generasi milenial yang cerdas dan kritis, yang mendambakan pemimpin yang jujur dan amanah, mampu membawa pada kemajuan. Berbicara pemilu serentak tahun 2024 adalah berbicara tentang kemajuan dan masa depan bangsa. Tentu dalam prakteknya, generasi milenial jangan hanya menjadi penonton dan hanya melaksanakan haknya saja, tanpa melakukan apapun.

Generasi muda milenial harus mampu menebar energi positif, menebarkan virus – virus kebaikan, khususnya dalam hal pelaksanaan pengawasan pemilu partisipatif. Pengawasan pemilu bukan hanya tugas penyelenggara pemilu saja, tetapi menjadi tugas kita semua. Di tengah arus perubahan zaman yang begitu cepat, selalu ada tempat bagi generasi baru. Pemilu 2024 adalah pintu masuk generasi milenial, memberi kontribusi signifikan di segala lini, utamanya sector energy berkelanjutan dan pendidikan yang berkualitas. Pelaksanaan pemilu (2024) yang bebas dan damai, sama artinya dengan menjaga optimisme terhadap masa depan demokrasi di Indonesia. Mengingat pemilu yang bebas dan aspiratif adalah kriteria penting, dalam sistem politik demokratis.

Setelah jadwal pemilu disepakati, selanjutnya tentu ada ruang partisipasi bagi generasi milenial. Sebagai generasi yang akrab dengan informasi digital dan media sosial, kompetensi ini akan menjadi modal penting dalam pemilu 2024, termasuk pilkada pada tahun yang sama.

Melalui berbagai platform banyak anak muda tergerak aktif menyuarakan kepedulian mereka, atas berbagai isu. Dalam konteks pemilu, yang diperlukan adalah pengawasan, terutama proses rekapitulasi suara sejak masih di TPS di tingkat kelurahan, hingga ke tingkat nasional. Penggunaan teknologi, bisa menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan pemilu. Permasalahan terbesar dalam pemilu di negeri kita, bukan pada pemungutan suara, tetapi pada proses rekapitulasi yang berjenjang.

Berdasarkan pengalaman pemilu sebelumnya, potensi manipulasi biasanya terjadi pada saat penghitungan suara secara manual. Itu sebabnya di butuhkan instrument teknologi elektronik, untuk meminimalisir kemungkinan manipulasi. Pada fase ini dibutuhkan partisipasi generasi milenial dalam fungsi control, tentu saja secra informal, sebagai bagian dari elemen masyarakat sipil. Dengan partisipasi generasi milenial, diharapkan pengalaman pahit, pemilu 2019 tidak lagi terulang, pemilu 2019 yang di gelar secara serentak, terbukti amat rumit dan melelahkan, ketika mengakibatkan sejumlah petugas KPPS jatuh sakit, bahkan cukup banyak yang meninggal dunia. Pemilu yang seharusnya dilaksanakan dengan damai dan ceria, pada beberapa titik justru berujung duka.

Kemudian pengalaman suram lainnya adalah kuat nya praktik politik identitas, dengan tingkat pendidikan yang lebih baik, rasanya tidak terlalu sulit bagi generasi milenial menyerap spirit toleransi, dan itu adalah sinyal baik untuk mereduksi pendekatan primordial dalam konsentrasi pemilu.

Dengan partisipasi penuh generasi milenial pemilu 2024 diharapkan bisa berlangsung damai. Tidak hanya dalam gimik politik, tetapi harus bisa direalisasikan di lapangan. Kesepakatan damai di antara para kontestan yang biasa digelar menjelang pemilu bukan lagi sekedar ritualistik. Memberikan suara pada pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik. Namun partisipasi politik tidak semata – mata diukur berdasarkan pemberian suara pada saat pemilu. Pada dasarnya, ada banyak bentuk, partisipasi politik, seperti mengirim surat (pesan) kepada pejabat pemerintahan, ikut serta dalam aksi protes atau demonstrasi, menjadi anggota partai politik, menjadi anggota organisasi kemasyarakatan, mencalonkan diri untuk jabatan publik memberikan sumbangan kepada partai atau politisi, hingga ikut serta penggalangan dana. Seberapa jauh tingkat partisipasi generasi muda dalam bidang politik sering kali menjadi bahan perdebatan.

Generasi muda sering kali dianggap sebagai kelompok masyarakat yang paling tidak peduli dengan persoalan politik. Mereka juga dianggap kerap mengalami putus hubungan dengan komunitasnya, tidak berminat pada proses politik dan persoalan politik, serta memiliki tingkat kepercayaan rendah pada politisi serta sinis terhadap berbagai lembaga politik dan pemerintahan (Pirie & Worcester, 1998; Haste & Hogan, 2006).

Pandangan ini sering kali dibenarkan dengan data yang menunjukkan bahwa generasi muda yang bergabung ke dalam partai politik sedikit. Mereka juga cenderung memilih menjadi golput dalam pemilu. Namun sejumlah studi menunjukkan kekeliruan pandangan sebelumnya yang menganggap generasi muda tidak tertarik pada politik. Studi tersebut menyebutkan bahwa generasi muda adalah kelompok yang dinilai paling peduli terhadap berbagai isu politik (Harris 2013), penelitian yang dilakukan EACEA (2013) terhadap generasi muda di tujuh negara eropa menghasilkan kesimpulan bahwa generasi muda mampu mengemukakan preferensi dan minat mereka terhadap politik.

Sebagian dari mereka bahkan lebih aktif dari kebanyakan generasi yang lebih tua. Mereka juga menginginkan agar pandangan mereka lebih bisa di dengar.

 

Oleh : Adella Novika

Mahasiswa Prodi Sosiologi STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang.

 

Tinggalkan Balasan