Dapurrakyatnews – Hairul Anwar, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep dari Partai Amanat Nasional (PAN), mendesak pemerintah untuk memberikan keadilan bagi pengusaha rokok lokal di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Hairul menegaskan bahwa pelabelan Ilegal terhadap para pengusaha rokok lokal harus dikaji ulang, mengingat mereka berperan besar dalam menopang perekonomian masyarakat, terutama para petani tembakau.
“Barang (Rokok) ini dihasilkan dari bahan-bahan yang legal. Tembakaunya beli, pekerjanya dibayar, dan ada industri kreatifnya lewat input lain. Jadi, ini sebenarnya produk legal. Pemerintah seharusnya bisa menangkap hal ini, sehingga pelaku industri kecil bisa taat membayar cukai,” kata Hairul dalam pernyataannya kepada Dapurrakyatnews, Selasa (8/10/2024).
Ia menyoroti kompleksitas aturan terkait cukai rokok yang menurutnya terlalu menyulitkan pengusaha kecil, karena menurutnya, cara untuk meningkatkan kepatuhan adalah dengan mempermudah proses pembayaran dan pembelian cukai.
“Saat ini, kita terhambat oleh Undang-Undang Kesehatan yang masih diperdebatkan. Perokok belum tentu terpapar penyakit, dan yang terkena penyakit juga tidak semuanya akibat merokok. Jadi, aturan yang ada sekarang justru menjerat diri kita sendiri,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hairul juga menyebut bahwa industri rokok lokal di Madura memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi daerah, terutama bagi petani tembakau yang mencapai 72% dari populasi di pulau Madura. Jika ruang bagi para petani untuk berkreasi dalam industri ini dibatasi, mereka akan kehilangan sumber penghasilan yang signifikan.
“Kalau mereka dibatasi, siapa yang akan memberikan pekerjaan kepada mereka? Padahal, tanpa banyak campur tangan dari pemerintah, industri tembakau di Madura telah berkembang dan menyerap tenaga kerja yang mencapai 4,2 juta orang di Madura, belum termasuk di Jawa Timur,” ungkapnya dengan nada kesal.
Hairul juga meminta agar pemerintah tidak hanya fokus pada industri rokok besar, tetapi juga memberikan kesempatan kepada industri kecil untuk tumbuh.
“Pemerintah harus adil dan menangkap peluang ini. Industri yang dianggap ilegal oleh pemerintah, sebenarnya bisa dilegalkan melalui pembayaran cukai yang dipermudah,” pintanya.
Ia juga menyarankan, agar cukai tidak harus ditempel langsung pada produk rokok, melainkan bisa dibeli secara grosir atau gelondongan. Ketika ada pemeriksaan, pengusaha cukup menunjukkan bahwa mereka sudah membayar cukai.
“Yang penting, negara mendapat pemasukan daripada produk rokok beredar tanpa berkontribusi apapun,” tambahnya.
Hairul juga mendorong agar masalah ini dibawa ke tingkat nasional melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, untuk merevisi Undang-Undang Tata Niaga Tembakau.
“Ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi para pengusaha kecil. Industri rokok kecil saat ini masih terbentur dengan dominasi industri besar, yang tidak mau memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang,” jelasnya.
Hairul menegaskan bahwa sebagai wakil rakyat dari daerah yang mayoritas petani tembakau, DPRD Sumenep harus berada di garda terdepan dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat.
“Kita harus menjadi pelindung mereka, bukan malah menentang. Revisi aturan diperlukan demi kepastian hukum dan ekonomi bagi masyarakat kecil,” ucapnya.
“Kami berharap, pemerintah lebih bijak dalam menangani industri tembakau, khususnya bagi pengusaha rokok lokal yang selama ini telah berkontribusi pada perekonomian daerah, terutama di kawasan Madura,” pungkasnya.