Atas Kritikan Fahri Hamzah, Adian Napitupulu Memberikan Jawaban Menohok

Fahri
Politisi PDI P, Adian Napitupulu dan Budiman Sudjatmiko

Dapurrakyatnews – Dikutip dari akun twitter   @Paltiwest  Adian Napitupulu memberikan jawaban menohok atas kritikan yang dilotarkan oleh Fahri Hamzah. Bermula saat Fahri Hamzah melalui twitter @FahriHamzah2024  pada tanggal 7 Mei 2022 mencuitkan sebuah pesan.

Pesanku pada generasi ku! : 

  • 1. Jangan biarkan kebebasan
    terancam.
  • 2. Jangan biarkan rakyat sakit
    dan menderita.
  • 3. Jangan biarkan penguasa menganiaya.
    4. Jangan biarkan pengusaha
    mengatur Negara.
    5. Jangan jadi corong penguasa!
    6. Bantu dan lindungi mahasiswa
    dan oposisi!

Berikut isi lengkap jawaban Adian Napitupulu atas kritikan yang dilontarkan oleh Fahri hamzah.

“Waktu akan menjadi penguji setia atas masing-masing Kita”

Oleh: Adian Napitupulu

Terima kasih untuk Fahri Hamzah
yang telah memberi pesan pada
generasinya. Saya tidak tahu pesan itu untuk semua yang sagenerasi, atau hanya untuk saya dan Budiman saja. Karena foto yang ada dalam twit nya (7 Mei 2022 pkl 20.44 (Wib) hanya foto saya dan Budiman bukan foto orang banyak. Saya melihat pesan itu seperti mempertanyakan komitmen perjuangan, komitmen kerakyatan pada saya dan Budiman setelah 24 tahun Reformasi.

Jika demikian, izinkan saya menjawab itu dengan sedikit berbagi cerita pada Fahri. Saya ingat ketika saya dan kawan kawan yang tersisa, masih di jalan tahun 1999, Fahri sudah menjadi Staff Ahli di MPR. Berikutnya tahun 2004 Fahri dilantik menjadi anggota DPR, sementara saya dan kawan kawan masih di pukuli dan ditangkapi. 2008 kantor Pengacara saya di Police Line.

Saya dikejar hingga jadi “gelandangan”, berkeliling dari kota kota lain, jadi pengumpul Troly di berbagai pusat belanja negara orang. 2010 saya dipukuli hingga babak belur oleh belasan Polisi di pengadian Jakarta Pusat.

Fahri, kita beda pilhan, beda jalan dan yang saya pilih adalah jalan yang sulit, menyakitkan dan tidak menyenangkan, walau demikian toh saya tidak pernah usil mengkritik dan mempertanyakan pilihan politik masing masing orang. Termasuk mengkritik Fahri saat itu sedang menikmati kursinya, sebagai anggota DPR RI.

13 Maret 2007 DPR RI memutuskan, agar penyidikan kasus Trisakti dan Semanggi tidak di teruskan. Saat itu bukankah Fahri yang mengaku aktivis 98 itu juga sudah menjadi anggota DPR. Dan berada di komisi III, komisi terkait “Hukum dan HAM”. Saya kecewa tapi juga tak menghakimi Fahri walau sebagai pimpinan komisi III, tentunya Fahri bisa berusaha melawan penghentian penyidikan itu bukan?

2014 saya baru terpillh menjadi anggota DPR sementara Fahri, kembali terpilih yang ke 3 kalinya. Saat menuju pemilihan pimpinan DPR, Fahri bersama sebagian anggota DPR merubah Uu MD 3. Agar partai pendukung Capres yang kalah, bisa menguasai seluruh pimpinan DPR saat itu. Upaya itu berhasil dan membuat Fahri menjadi salah satu Pimpinan DPR. Sekali lagi saya kecewa, bagaimana mungkin Fahri yang mengaku aktivis 98, bisa menggunakan cara cara yang bagi saya tidak mencerminkan cara berdermokrasi yang sehat, dewasa dan sportif.

Untuk kesekian kalinya saya mengelus dada melihat realitas politik di DPR. Agustus 2015 Fahri mengatakan bahwa “Anggota DPR rada rada bloon”, pernyataan itu bukan saja menghina para anggota DPR. Tapi juga menghina partail yang menyeleksi calon, bahkan lebih jauh menghina rakyat, sebagai pemegang kedaulatan yang memilih nama nama tersebut dibilik suara. Kembali saya kecewa pada Fahri yang mencela proses Demokrasi ,yang sudah memberi dia kesempatan menjadi anggota DPR 3 periode. Aneh, bagaimana mungkin ada orang yang bisa mencaci maki prosesnya, tapi hasil dari proses itu justru dia nikmati belasan tahun.

Selanjutnya saya tidak bicara tentang kerja formal DPR yaitu membuat UU, menyusun dan menetapkan Anggaran negara. lalu mengawasi eksekutif terkait
pelaksanaan UU dan Penggunaarn
Anggaran tersebut.

Saya ingin menyampakan pada Fahri
bahwa sumpah jabatan DPR, juga
memperjuangkan aspirasi rakyat dan aspirasi tersebut, tidak diperjuangkan sekedar dalam kalimat maupun angka dalam APBN. Melainkan menggunakan kewenangan dan jejaring politik anggota DPR, untuk melakukan pembelaan terhadap rakyat yang dianiaya dan ditidak adilkan. Dalam hal perjuangan kerakyatan itu.

Bolehkah saya bertanya dimana Fahri ketika saya dan rakyat sejak 2015 memperjuangkan, agar berhektar hektar tanah Cendana di kabupaten Bogor bisa dibagikan menjadi milik Rakyat.

Dimana Fahri ketika saya dan sebagian rakyat Bogor, Cianjur, Sumedang, Bandung, Majalengka dan Cirebon hingga Semarang memperjuangkan hak atas tanahnya yang dilintasi jalur SUTET?

Bolehkah saya bertanya pada Fahri, dimaha dia saat saya dan “Dani Amrul lchdan (Direksi Mind Id) bersama masyarakat Pongkor, berjuang sesuai harapan Presiden Jokowi. Agar ribuan
rakyat bisa membentuk koperasi
tambang dan menambang emas, di Lahan Antam di Pongkor ?

Dimana Fahri ketika saya dan Masyarakat Konawe Utara memperjuangkan 400 HA lahan Antam, agar bisa di kelola oleh Perusahaan Daerah kabupaten Konawe Utara?

Dimana Fahri, ketika saya memperjuangkan 170 an orang
masyarakat Seram Bagian Barat, yang telah lulus CPNS 10 tahun lalu tapi tidak pernah diangkat sebagai ASN ?

Oh ya, Fahri, walau tidak
memuaskan 100% dan dengan segala
Kekurangan nya, tapi masalah itu saat ini sudah dimenangkan Rakyat.

Kenapa Fahri tidak ada bersama saya saat menjenguk ribuan Aktivis dan Mahasiswa, untuk memastikan tidak ada kekerasan dalam pemeriksaan terhadap mereka, yang di tahan di Polda Oktober 2020 karena menolak UU Cipta kerja?

Kemana Fahri ketika saya dan beberapa Alumni Trisakti diantaranya Maman Abdurachman, Hendro dan Iwan berjuang meyakinkan banyak orang. Untuk membantu rumah dan modal kerja pada 4 keluarga korban Trisakti ?
Kenapa justru yang menyiapkan 4
rumah untuk keluarga Korban
penembakan Trisakti bukan Fahri yang konon aktivis 98 tapi Erick Thohir yang mungkin tidak ada di jalan tahun 98. Kenapa yang membantu modal kerja seniai Rp 750 juta per keluarga bukan
Fahri, tapi  Agus Gumiwang  yang
mungkin juga tidak berjuang bersama mahasiswa Trisakti, yang ditembak mati 24 tahun lalu.

Dimana Fahri saat ratusan pekerja
taman dan kebershan DPR gajinya tidak dibayar hingga sehari sebelum Idul Fitri. Bukankah *saat itu tahun 2017 Fahri salah satu pimpinan DPR* Kenapa sebagai pimpinan DPR Fahri membiarkan hal itu terjadi sehingga saya harus seharian berkeliing meminjam uang sana sini dan mengagunkan BPKB, agar gaji ratusan pekerja itu bisa di bayar DPR sehari jelang Hari Raya Idul Fitri.

Saya tidak melihat Fahri menemani saya saat beradu otot leher di kesekjenan DPR agar Pamdal DPR tidak di potong Rp 500.000 perbulan untuk sertifikasi Pengamanan. Apakah Fahri sebagai pimpinan DPR tidak tahu, kalau upah Pamdal di potong Rp 500.000 itu sama saja mengubur mimpi sekolah
anak anak Pamdal itu? Bukankah
sebagai pimpinan DPR Fahri bisa
mencegah pemotongan itu?

Dimana Fahri ketika tahun 2014 saya
harus ke Lembaga Pemasyarakatan
Sulawesi Tengah, lalu kembali ke Jakarta untuk meyakinkan Presiden Jokowi. Agar membebaskan Eva Susanti Bande, salah satu aktivis 98 yang tahun 2013 di vonis 4 tahun penjara. karena memperjuangkan petani sawit di sulteng?

Dimana Fahri ketika saya dan aktivis 98 lainya, bolak balik berkali kali
meyakinkan Presiden Jokowi, agar
menggunakan kewenangannya untuk
membebaskan Puluhan tahanan politik Papua?

Banyak dan teramat banyak cerita yang bisa saya sampaikan. Maaf jika itu semua harus saya uraikan, bukan bermaksud memegahkan dan
menyombongkan diri. Tapi pesan kritik yang seolah mempertanyakan komitmen itu, perlu saya jawab.

Melakui jawaban ini saya mencoba mengingatkan Fahri, untuk tidak saling menghakimi dan mempertanyakan, Pilihan jalan dan pilihan perjuangan masing masing. Saya hanya ingin mengingatkan Fahri bahwa ada waktu dimana kita bicara, tapi ada juga banyak waktu dimana bekerja tanpa suara. Karena seringkali satu perbuatan, lebih
berarti dari sejuta ucapan.

Akhir kata, saya mau mengingatkan
Fahri bahwa hari ini tepat 24 tahun lalu, 4 kawan kita dari Trisakti sedang meregang nyawa, tubuh mereka berlumur darah, menahan sakit lalu meninggal karena di tembak. Dan diatas gugur nya mereka maka berikutnya lahirlah kebebasan yang kita rasakan hari ni. Lahirlah partai partai Politik, lahirlah serikat serikat buruh, lahirlah kebebasan media, lahirlah Presiden, Gubernur, Bupati dan anggota
DPR/D yang dipilih langsung oleh
Rakyat. Lahirlah Mahkamah Konsitusi, KPK, lahirlah pemisahan Pori dan TNI dan banyak lagi

Salam Reformasi.. Merdeka !

Jakarta 12 Mei 2022

Hormat Saya

Adian Napitupulu
(Sek jen PENA 98)

 

Tinggalkan Balasan