Pertahanan di Kalianget Imbas Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya

Kalianget
Tadjul Arifien R / Sejarawan

Disaat pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya, di Kalianget Sumenep juga terjadi perlawanan terhadap pasukan Belanda yang akan mendarat serta menguasai Madura.

Pasukan Kompi II pimpinan Letnan Salamon yang bertugas di Kamal ditarik, oleh Komandan Batalyon V Resimen 35 untuk ditugaskan di Kalianget. Letnan Salamon juga dibantu oleh Kepala Cie / Kepala staf Cie : Letnan Afandi, Keuangan Serma Moh. Saleh, Perlengkapan Kopral Abd. Manan, Intelegent Moh. Saleh Prawiringtruno.

Selain pasukan Kompi II yang ditarik ke Kalianget, sebelum nya sudah ada terlebih dahulu Kesatuan Laskar pimpinan Cie Angkatan Laut RI Kapten Ismail yang dibantu oleh Kopral Iskandar bagian logistik dengan beberapa anggota, Pratu Sahid Santoso, Pratu Ibrahim, Pratu Moh. Nawawi.

Organ lain dalam perlawanan kepada Belanada bernama Laskar Buruh Indonesia (LBI) pimpinan Osman Polontalo, Barisan Pesindo RP. Moh. Agil dan petugas pemasang trekbom A. Gani dibawah pengawasan Kapten Sahur.

Pertahanan di Kalianget dibagi dua : Kalianget timur ditugaskan kepada Angkatan Laut RI (istilah kala itu ALRI darat), sedang Kalianget barat Cie Salamon dibantu oleh Pesindo dan LBI.

Pabrik Garam yang Kepala PN Garam Kalianget waktu itu adalah R. Andana Sasmito. juga mendapatkan pengamanan ketat karena mensuplay bahan makanan kepada pasukan yang bertugas di medan perang.

Pada hari Jum’at sekitar jam 10.00 sebuah kapal Destroyer milik Belanda dari arah selatan “Kèsong” (pangkalan kereta api pengangkut garam yang menjorok kelaut) bergerak menuju pelabuhan Kalianget. Melihat kapal Destroyer Belanda mendekati pantai, maka Laskar Rakyat menembakkan mitraliur 12,7 mm dari darat, dari posisi sebelah timur juga terdengar suara tembakan watermantel. Sedangkan regu penembak adalah Sudarmo, Sabidin, Malik dan kawan-kawan yang kesemuanya orang Kalianget.

Senjata 12,7 yang diangkut dari Sumenep ke Kalianget oleh Laskar Rakyat ditembakkan secara berpindah-pindah sebanyak delapan kali. Dengan tembakan alat berat dari beberapa posisi, Belanda mengasumsikan pejuang memiliki 8 unit senjata berat hingga Belanda tidak berani mendaratkan kapalnya di pelabuhan kalianget.

Dan Kapal Destroyer tampak berjalan pelan dan berhenti kemudian mundur. Sambil mundur kapal Destroyer melakukan tembakan senjata mortir ke arah Pabrik Garam selama sekitar satu jam, tapi meleset dan mengenai bagian depan Pesanggerahan (sekarang dijadikan Aula Perum Garam) tembakan lainnya nyasar ke utara Pabrik Garam. Karena kapal Belanda tidak berhasil bersandar di Kalianget akhirnya mundur dan menuju di pulau Gili Genting. Keberadaan mitraliur 12,7 yang dipakai untuk menembak kapal Destroyer Belanda, sebelumnya dibawa dari Sumenep diangkut dengan truk yang dikemudikan oleh Kopral Gus Capang, putra Mayoor Citra. Sampai di Marengan diangkut kereta Lori milik PN Garam menuju Kalianget.

Kalianget
Perumahan Karyawan Pabrik Garam Kalianget lengkap dengan taman-taman yang luas pada halaman rumahnya tahun 1914-1925

Ikut serta dalam perjalanan pengangkutan tersebut adalah :
Komandan Batalyon IV Mayor R. Abd. Majid, Ajudannya Letkol Baisuni, Komandan Kompi I Batalyon IV Kapten R. Abd. Latif, Komandan Seksi I Batalyon IV Letnan Noto, Pengawal komandan Batalyon IV Prajurit Kamal, Letnan A. Afandie.
Dan tujuh orang anak buah Kapten R. Abd. Latif,

Waktu kapal Belanda mengadakan serangan, para pejuang berencana untuk membumihanguskan Pabrik Garam, dan setelah semua siap melaksanakan perintah untuk di “men” ternyata Kiyai Zainal tokoh agama setempat keberatan
“Pabrik jangan dirusak, ingat nasib rakyat selanjutnya”. Waktu akan ditarik “men” nya oleh TRI, tali “sambugel” (ikatannya) disabot sehingga alatnya tidak jalan atau macet. Letnan R. Abd. Latif dan Mayoor R. Abd. Madjid menyetujui keberatan Kiyai Zainal dengan demikian Pabrik Garam selamat.

Setelah kejadian tersebut Komandan Batalyon IV Mayor R. Abd. Majid, beserta ajudannya Letnan dua Baisuni, merintahkan Komandan Kompi I Batalyon IV Letnan Noto, Letnan A. Afandie, Letnan A. Afandie oleh Mayor R. Untuk memilih pecahan mortir Belanda, ditempatkan pada dua buah topi baja untuk diperlihatkan kepada Letkol R. Chandra Hassan dan Letkol Salim.
Yang juga dipantau oleh :
Letkol R. Chandra Hassan, Komandan Resimen 35
Letkol Salim (pemantau dari India).
Adapun benteng pertahanan yang ditempati para pejuang di Kalianget yaitu menempati benteng pertahanan lama yang dibangun oleh Penjajah Belanda pada masa sebelumnya. Benteng tesebut terletak di Kampung Samirin, Jalan Pelabuhan, Kalianget Timur. Sedangkan yang digunakan sebagai tempat pengintaian musuh yaitu di Kampung Binteng Jalan Karantina Tambangan, Kalianget Timur yang dibangun oleh Tentara Belanda pada Tahun 1924. Tempat pengintaian para Pejuang tersebut dinamakan Helboog yang berjumlah dua buah. Kedua tempat tersebut sampai saat ini masih berdiri kokoh sekalipun tanpa perawatan sama sekali.

Beberapa peristiwa di Kalianget
Sepanjang pantai terutama ditempatkan regu pengintai oleh masing-masing induk Pasukan, sedang tempat yang diperkirakan akan menjadi pendaratan tentara Belanda diberi ranjau. Penjagaan di pantai Kalianget sangat ketat, karena di sana merupakan wilayah strategis sebagai pintu masuk tentara Belanda.
Pada jam 18.30 Letnan A. Afandie tiba di pelabuhan Kalianget, ternyata beliau didatangi oleh pengawal pantai dengan senapan terkokang dan sangkur terpasang. Lalu digelelandang dan digiring ke atasannya. Pada awalnya Letnan A. Afandie kaget karena umumnya setiap prajurit memberi hormat kepada seorang Perwira yang memakai uniform lengkap. Tapi beliau tetap bersikap tenang, setelah menunjukkan Surat Perintah dari Resimen yang tembusannya kepada Batalyon, maka para Laskar Rakyat di sana menyadari, dan minta maaf atas kesalah-pahaman itu, karena Letnan A. Afandie disangka tentara Belanda yang menyamar/nyelundup.
Letnan RP. Abd. Soekoer, dari Pesindo sebagai Kepala PHB merupakan pemegang kunci dalam pemberitaan di seluruh wilayah Madura, dengan anggotanya : R. Sirat, Musahrun, Sunawi. Ketika ada telepon dari Semarang bahwa ada kapal “Buruan” Jepang yang dicurigai, PHB yang menerima. Kemudian dilaporkan kepada Komandan Batalyon, baru ada perintah untuk dilakukan pengejaran/pemburuan untuk ditangkap.
Di Kalianget selalu dibayangi penembakan dilakukan oleh Kapal Belanda setiap hari Senin, baik pagi atau sore hari. Suatu ketika kapal “Keramat” gandengan Conia menjadi saran tembak, tapi meleset dan kapalnya tetap selamat. Kejadian itu disaksikan oleh Moh. Taha dari Polri, dan R. Rahmad dari ALRI.
Karena sangat minimnya persenjataan maka pejuang di Kalianget mengimbangi dengan strategi yang mengecoh musuh. Seperti halnya di kala serangan kapal Belanda yang memegang mitraliur 12,7 adalah RP. Moh. Rifai dan Kapten Ismail dari pihak Angkatan Laut RI, dengan memindahkan senjatanya beberapa kali sehingga terkesan mereka punya banyak senjata berat.

 

 

 

 

REFERENSI :
Tentara PETA pada Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia – Nugroho Notosusanto – 1979 – Gramedia Jakarta.
Lintasan Sejarah Madura – Mien Ahmad Rifa’i – 1993 – Yayasan Lebhur Legga.
Perubahan sosial dalam masyarakat agraris MADURA 1850 – 1940 – Prof. Dr. Kuntowijoyo – (2002) – Mata Bangsa – Yogyakarta.
Perjuangan Rakyat Madura, dari daerah RI de daerah RI – H. Mohammad Moestadji, BA & Didik Hadidjah HS – 1 Oktober 1988 – Agung Karya Perkasa Surabaya.
Petempuran Surabaya – Nugroho Notosusanto, Pusjarah ABRI – 1982 – Mutiara Sumber Widya.
Sejarah Perjuangan di Madura – Lembaga Monumen Revolusi 45 – Koordinator Karesidenan Madura – Kolonel RP. Abdullah – 5 Januari 1971.
Sejarah singkat perjuangan rakyat di Madura semasa perjuangan 1945 – Panitia pemindahan kerangka Pahlawan dan pembangunan Taman Makam Pahlawan Kabupaten Pamekasan – Mayor RA. Mangkoeadiningrat – Desember 1972.
Susunan Pertahanan rakyat di Madura selama Clash ke I – Kolonel RP. Abdullah
Resume Panitia Lembaga Monumen Revolusi 1945 – R. Soenarto Hadiwidjojo – April 1950.
Masalah pokok Sarasehan – Sulaiman – 17 Agustus 1993 – DHC Angkatan 45.
Resume – Soe’oedin Purnawirawan Polri – Pelaku Perjuangan 1945 – Mei 2005
Serta catatan sejarah / makalah lainnya, dan ceritera tutur dari para saksi-saksi yang masih hidup.
H. Sahid Santoso– Kalianget Sumenep – Wawancara 3 Pebruari 2008 – selaku pelaku Sejarah

 

Tinggalkan Balasan