Berita  

Mahkamah Konstitusi Kabulkan Gugatan Masa Jabatan Gubernur, Bupati dan Walikota Hasil Pemilu 2018

Gubernur
Pemohon serta kuasa hukum pemohon perkara nomor : 143/PPU-XXI/2023. Kamis (21/12/2023). Foto: Humas Mahkamah Konstitusi

Dapurrakyatnews – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada. Para pemohon merasa dirugikan karena masa jabatannya akan terpotong, yaitu berakhir pada 2023, padahal pemohon belum genap 5 tahun menjabat sejak dilantik.

Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada tersebut mengatur masa jabatan hasil Pilkada 2018 menjabat sampai 2023, padahal para pemohon mengaku dilantik pada 2019, sehingga terdapat masa jabatan yang terpotong mulai 2 bulan hingga 6 bulan.

Gugatan ini dilayangkan oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.

Dikutip dari detik.com, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak mengaku kaget saat mendengar gugatannya itu dikabulkan.

“Tentu kaget, karena sejak awal kan saya ikut menggugat sebagai solidaritas juga bersama teman-teman kepala daerah. Saya baru tahu malah dari berita,” kata Emil dikutip dari detik.com, Kamis (21/12/2023).

Gubernur
Hakim Mahkamah Konstitusi

Emil mengaku masih belum berbicara lebih lanjut terkait gugatannya, termasuk masa jabatannya yang awalnya akan berakhir 31 Desember 2023 kini menjadi 13 Februari 2024

“Mohon waktu, saya tanya dulu ke teman-teman dari asosiasi terkait hal ini (masa jabatannya kembali pas 5 tahun). Sekiranya sesuai yang kami pahami, semoga keputusan ini membawa kemaslahatan bagi masyarakat,” tutupnya.

Dikutip dari akun resminya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan ketentuan Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) inkonstitusional secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai “Gubernur dan Wakil Gubernur Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan dan pelantikan Tahun 2018 menjabat sampai dengan Tahun 2023 dan Gubernur Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan Tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan Tahun 2019 memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati 1 (satu) bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024.”

Sementara itu menurut para Pemohon, akhir masa jabatan mereka sama sekali tidak mengganggu jadwal pemungutan suara serentak nasional yang diselenggarakan pada November 2024 mendatang. Penunjukan pejabat kepala daerah untuk menjalankan pemerintahan sepatutnya dilakukan setelah kepala daerah definitif menyelesaikan masa jabatannya. Dengan demikian, ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada secara faktual telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi para Pemohon.

Oleh karena itu, dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang dilantik tahun 2019 memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati pemungutan suara serentak nasional tahun 2024.

Tinggalkan Balasan